Still U | Part 8 (Squel – My Little Story)

 

MINHO1

STILL U (Squel My Little Story)

 

Author  : @Me_Cahyaa

Tittle      : Still U (Squel – My Little Story)

Lenght  : Chapter

Genre   : Love, Hurt, family.

Rate       : General

Main Cast            : Ahya Kim (OC), Lee Donghae (SJ).

Support Cast      : Choi Minho (SHINee), Cho Kyuhyun (SJ), Temukan Sendiri^^

Disclaimer           : This story original is mine. Don’t copy paste. Plagiat, dan semacamnya. Terima kasih^^ dan maaf yah kalo udah mulai bosen sama ceritanya, apalagi bosen nungguin FF ini xD hehehe maaf ya Author akhir-akhir ini lagi sering keabisan ide xD. Ah, yasudah langsung baca aja yuks.

 

 

=Still U Part 8=

 

 

[Donghae’s Pov]

Aku berjalan menapaki lantai itu menuju ruangan dimana Choi Minho berada. Setelah pagi tadi aku mengacaukan acara konyolnya itu, kini aku kembali kekantor ini. Bukan untuk mengemis pekerjaan padanya, melainkan untuk mengembalikan semua pemberian perusahaan. Mobil dan juga Apartement yang kutempati.

 

Tanpa mengetuknya lagi, aku benar-benar masuk kedalam ruangannya. Disana ia tengah duduk dibalik meja kerjanya. Pandangannya teralihkan sepenuhnya padaku saat melihatku masuk tanpa memberi salam. Dia menatapku tak berarti, dan aku tak ingin lagi berlama-lama disini. Kukeluarkan dua buah kunci dari dalam saku celanaku.

“Ini, kunci mobil dan apartement. Terima kasih atas semua fasilitas yang kau berikan padaku” kuletakkan kedua kunci itu diatas mejanya.

 

“Lee Donghae-ssi. Kenapa kau mengundurkan diri?”

 

“Bukankah aku ini karyawan tetap? Jadi bisa menyerahkan surat pengunduran diri kapanpun?”

 

“Aku tau. Maksudku, apa hanya itu?”

 

“Untuk apa aku bekerja dengan seorang pemimpin yang bajingan sepertimu? Lagi pula, sudah tak ada alasan lagi untukku bertahan disini! Dan aku, tidak akan pernah meninggalkan Ahya Kim” kulihat, mata Minho menyipit memberitahu jika ia sedang marah saat ini. Lalu, apa peduliku? Ia sudah bukan lagi atasanku, dan aku bukan lagi seorang bawahannya.

 

Aku mulai melangkah pergi saat kurasa urusanku dengannya sudah selesai diperusahaan ini. Aku berjalan, menyusuri lorong-lorong kantor yang terlihat cukup ramai dengan aktivitas pekerjaan. Sesekali aku tersenyum pada teman-temanku, bahkan tak sedikit dari mereka yang masih syok melihat keberadaanku. Mungkin menurutnya, aku adalah sebuah hantu yang baru saja bangkit dari dalam air. Haha konyol sekali.

 

Aku masuk kedalam taksi yang sudah menungguku dari tadi, menyuruhnya mengantarkanku kesebuah tempat. Tempat dimana aku seharusnya berada, tempat dimana aku menorehkan cerita kesuksesan. Yah, aku akan kembali ketempat kost ku yang dulu. Kamar yang bersebelahan dengan kamar adikku yang begitu kurindukan. Cho Kyuhyun. entah ekspressi apa yang akan kulihat darinya saat bertemu denganku nanti. Aku tau ini, jadwalnya libur dari restaurant.

 

Tak berselang lama, aku sudah sampai disana. Membayar pada supir taksi itu lalu mengambil tas besar yang diletakkan dibagasi belakang. Aku mengendong tas itu yang berisikan baju-baju dan juga berkas-berkas penting milikku. Kakiku terus berjalan, menyusuri anak tangga yang menyambutku dari gang masuk. Dulu, aku selalu bertemu dengan lift dan sekarang aku harus kembali bertemu dengan ratusan anak tangga ini.

 

Kaki ini seakan terhenti dipertigaan jalan, kutolehkan kepalaku pada gang sebelah kanan disana didalam sana adalah tempat tinggal mantan gadisku, Ahya Kim. Bibir ini benar-benar tak bisa berhenti tersenyum saat bayang-bayangku dengannya seakan bermain-main pada anak tangga yang mengantarkan kerumah gadis itu.

 

Saat aku menjahilinya, saat aku menggenggam tangannya dari tangga pertama hingga tangga terakhir. Memeluknya sejenak sebelum ia masuk kedalam gang, kemudian ia akan mencium pipiku diakhir dan berjalan meninggalkanku diujung gang itu. Aku terus memandanginya untuk sekedar memastikan ia benar-benar telah sampai didalam rumah dan setelah itu barulah aku memutar langkahku memasukki gang sebelah kiri.

 

Dan kemudian bayangan itu lenyap tak bersisa.

 

Aku sedikit terlonjak saat merasakan pukulan ringan dibahuku, membuatku refleks menoleh kebelakang. Awalnya pria yang itu yang kucurigai menepuk pundakku itu menunjukkan raut wajah datarnya, tapi perlahan matanya melebar. Aku tersenyum melihat reaksinya.

 

“Do—donghae ssi?” ekspressi-nya itu benar-benar berlebihan seakan-akan ia baru saja melihat hantu.

 

“Tan Hangeng-ssi. Tak usah kaget begitu”

 

“Yak. Ini benar dirimu?” ucapnya lagi, malah kini ia memutar tubuhku beberapa kali.

 

“Iya benar ini aku”

 

“Woaaah” Aku makin tak mengerti dengan pria ini, yang kini justru memeluk erat tubuhku. Hingga rasanya begitu sesak dan sulit untukku bernafas.

 

“Yaaa, ada apa denganmu?”

 

“Kau selamat? Kudengar dari Kyuhyun, kau berada didalam pesawat jatuh itu?” ah baiklah, kini aku mengerti. Semua orang yang kukenal pasti sudah mendengar berita keberangkatanku ke California menggunakan pesawat yang pada akhirnya jatuh dilaut lepas, tapi mereka semua belum mengetahui seberapa beruntungnya diriku yang bisa terbebas dari maut karna Lee Hyuk Jae.

 

“Sebenarnya. Ah lebih baik nanti saja aku ceritakan” raut wajah Hangeng Hyung menjadi kesal kala aku menghentikan kata-kataku.

 

“Oh ya Hangeng-ssi, apa tempat kost-ku yang dulu masih kosong?” Hangeng, si pria pembisnis yang selalu kesepian ini merangkulku. Menghela nafasnya, sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya. Raut wajahnya terlihat begitu memelas, ah dia ini memang cocok sekali menjadi aktor! Ia seakan mempunyai 1001 macam ekspressi diwajahnya.

 

“Kau telat Donghae-ah, itu baru saja terisi oleh orang lain”

 

“Benarkah? Kenapa kau tak menyisakannya untukku? Huh?” ucapku mencoba menggodanya, tapi ternyata dia jauh lebih galak dariku.

 

“Salah kau sendiri! Jika kau betah ditempat kost-ku, kenapa kau pindah ke apartement mewah itu huh?”

 

“Oh, Ayolah Hyung! Aku hanya bercanda!” ia tersenyum.

 

“Kalau begitu tinggallah denganku!”

 

“Ah tidak, aku akan tinggal bersama Kyuhyun”

 

“Ah Yasudah”

 

“Lagi pula, harusnya kau sudah tinggal bersama istrimu!”

 

“Oh, ayolah pacar pun aku tak punya”

 

“Cepatlah cari Hyung, kau itu tampan dan mapan kau bisa menunjuk gadis manapun yang mau”

 

“Tapi pada kenyataannya tak seperti itu” wajahnya berubah mendung, oh baiklah sepertinya aku menguak lukanya kembali. Maafkan aku Hyung, tapi jika tak seperti itu kurasa gadis itupun tak akan pernah melihat dirimu.

 

[Author’s Pov]

 

Cho Kyuhyun terjaga dari tidurnya, saat suara-suara ketukan pintu itu mengganggu pendengarannya. Dengan malas, ia bangkit dari tidurnya, mengusap wajahnya sejenak.

 

“Sebentar” ucapnya saat ketukan itu terasa tidak sabaran. Ia pun menggerutu, siapa orang yang sudah mengganggu tidurnya itu? Bahkan ini hari libur untuknya.

 

Pintu itu terbuka, belum sempat Kyuhyun melihat rupa orang itu tapi dirinya sudah mendapat beban yang begitu berat ditubuhnya. Ya orang itu memeluknya erat. Kyuhyun terdiam, lalu membelalakan matanya. Sialan! Siapa orang ini? apa dia orang gila?!

 

“YAK!” marahnya.

 

“Kyuhyun-ssi” Kyuhyun merasa bulu kuduknya berdiri rapih saat mendengar suara itu. Matanya terbelalak lebar, terlebih saat melihat sesosok Tan Hangeng sang pemilik kos tempat tinggalnya.

 

“Donghae Hyung?” gumamnya tanpa sadar, dan akhirnya orang itu melepaskan pelukannya menampakkan rupanya didepan wajah Cho Kyuhyun.

 

Mata Kyuhyun terbelalak lebar, berkedip-kedip tak henti, bibirnya terperangah lebar. Mimpikah dia? Melihat Hyung kesayangannya itu kini berada didepannya? Nyatakah sosok Lee Donghae dihadapannya ini? bukankah dia..

 

“Hyung..”

 

“Aku masih hidup Kyu”

 

“Ba—bagaimana bisa?”

 

“Eh? Kau menginginkanku benar-benar meninggal? Begitu?”

 

“A—bukan begitu. Maksudku, bukan kah kau?”

 

“Lebih baik kita bicarakan didalam” Tan Hangeng berucap, mendorong tubuh Donghae juga Kyuhyun agar masuk kedalam kamar kos milik Kyuhyun.

 

Kini mereka sudah duduk rapih diatas karpet tipis didalam ruangan itu, suasana masih membisu menunggu sang ‘bintang’ membuka suaranya.

 

“Kalian ingin dengar ceritaku?” mereka berdua, Kyuhyun juga Hangeng antusias mengangguk. Donghae pun sedikit terkikik geli, sebegitu penasarannya kah mereka? oh tentu saja!

 

“Sebenarnya, hari itu aku tak jadi memasuki pesawat itu”

 

“Tapi? Bagaimana bisa, namamu tercetak dalam daftar korban hilang?” Cho Kyuhyun ingin mencoba membunuh rasa penasaran yang sejak tadi menghinggapinya.

 

“Yah baiklah. Tadinya aku memang sudah masuk kedalam pesawat, tapi seketika ada pemberitahuan jika pesawat mengalami gangguan dan akan diperbaiki sekitar setengah jam, dan penumpang diperbolehkan menunggu diluar pesawat”

 

“Lalu? Kau keluar?” Hangeng ikut mengeluarkan suaranya.

 

“Ya. Aku rasa aku butuh segelas kopi karna kantuk begitu menyerangku. Aku memilih keluar dan menuju cafe diarea bandara, dan tak disangka aku bertemu Lee Hyuk Jae teman satu kantorku disana” Donghae merebahkan tubuhnya, matanya menerawang jauh mengingat seberapa besar peranan Hyukjae dalam menyelamatkan nyawanya.

 

“Kami berbincang, dan entah mengapa aku merasa semakin mengantuk bahkan setelah menenggak dua gelas kopi. Hyukjae menyuruhku tidur dan dia akan membangunkanku jika pesawatku akan lepas landas. Tapi nyatanya, saat aku terbangun aku sudah berada didalam rumahnya. Hahah, betapa baiknya Hyukjae”

 

Kyuhyun juga Hangeng melongo tak percaya. Adakah itu suatu kebetulan belaka? Atau, sesuatu yang diketahui Hyukjae? Mereka masih bertanya-tanya dalam pikirannya.

 

“Syukurlah Hyung, kau tau? Ahya Noona begitu kehilanganmu. Ia sangat syok mendengarnya, setelah orang tuanya pergi lalu dia mendengar berita tentangmu. Dia langsung pingsan”

 

“Benarkah?” Raut wajah Donghae berubah menjadi khawatir mendengarnya.

 

Kyuhyun mengangguk.

 

“Lalu Hyung, kenapa orang itu seakan tau jika pesawat itu akan jatuh? Apa dia cenayang?”

 

“Hahahahaa. Cenayang? Oh, bahkan ia terlalu buruk untuk mendapat gelar itu” Donghae terus tertawa mendengarnya.

 

“Lalu?”

 

“Dia sengaja datang kebandara dan hendak mencariku, ia tau suatu hal besar. Akan ada yang ingin mencoba menyakitiku selama aku berada di California nanti”

 

“Siapa?”

 

“Kau tau lah Kyu”

 

“Choi Minho” Donghae mengangguk, sementara Hangeng yang tak tau apapun mengenai hal itu hanya dapat diam ditempatnya.

 

“Sial. Kalau begitu, siapkan senjatamu untuk balas dendam padanya!”

 

“Tenanglah Kyu, aku bukanlah seorang yang gegabah”

 

“Baguslah kalau begitu, bersiap kembali pada Ahya Noona” Donghae tersenyum, mungkinkan bisa semudah itu ia kembali pada Ahya Kim? Sudahkah gadis itu memaafkannya? Oh, bukankah saat itu Ahya Kim sudah mengetahui semuanya?

 

“Kau benar! Kembalilah pada Ahya Kim” Hangeng ikut mengompori Kyuhyun agar Donghae segera mengambil tindakan yang tepat dan cepat.

 

“Dan kau Tan Hangeng! Bersiaplah menyatakan cintamu pada Yoo In Na” ucap Donghae dan Kyuhyun bersamaan, lalu mereka tertawa. Yah, Hangeng memang begitu menggilai seorang gadis bernama Yoo In Na. Gadis yang statusnya begitu sama dengannya, seorang pemilik kamar kos. Jika Hangeng pemilik kos pria, maka Inna pemilik kos wanita yang ditinggali Ahya Kim. Sebenarnya sudah sejak lama berita tentang Hangeng yang begitu menyukai Inna, bahkan seisi kos sudah mengetahuinya, tetapi sifat cuek Inna membuat Hangeng memilih untuk memendam perasaannya entah sampai kapan.

 

“Yaaak!”

 

“Mau sampai kapan kau merahasiakan perasaanmu darinya?”

 

“Entahlah Hae”

 

“Kurasa kau harus secepat mungkin mendekatinya, umurnya sudah tak muda lagi sama denganmu Hyung. Jadi kurasa Inna Noona akan segera mencari pendamping” Hangeng hanya menghembuskan nafasnya lucu. Membuat Donghae dan Kyuhyun tak bisa menyembunyikan tawa mereka, dengan ekspressi seperti itu bisa terlihat jelas jika Hangeng begitu tersiksa dengan keadaan. Well, menyembunyikan perasaan pada orang yang kita cintai memang menyakitkan, terlebih orang itu berada dekat disekitar kita. Begitu menyiksa.

 

“Oh ya, ngomong-ngomong Kyu aku tinggal disini bersamamu ya?”

 

“Tinggallah Hyung, sesukamu”

 

“Mwoyaa? Jinjaa? Haaa, Gomapseumnida Kyu”

 

“Ya, tapi kau membayar separuhnya!”

 

“Aigoo. Tenanglah, besok aku akan mencari pekerjaan yang baru”

 

“Jadi kau keluar dari perusahaan itu?”

 

“Tentu. Untuk apa aku bekerja pada orang sepertinya”

==oOo==

 

“Anyongiee” gadis itu mengetuk pintu didepannya dan tak berselang lama pintu terbuka, menampakkan seorang gadis cantik dengan rambut coklat bergelombang miliknya yang dibiarkan terurai membuat Yoo In Na semakin menawan. Gadis itu tersenyum menyambut kedatangan Ahya Kim didepan rumahnya, ia pun menyuruh gadis muda itu masuk kedalam rumahnya.

 

“Ah, aniyeo Eonni aku sedang buru-buru” ucap Ahya Kim sembari mengeluarkan beberapa lembar uang yang akan ia setorkan pada Yoo In Na sebagai uang sewa kamar kos-nya.

 

“Hei, kenapa terburu-buru. Masuklah dulu, bukankah kau libur hari ini?”

 

“Ah iya Eonni. Aku ada urusan yang begitu mendesak, jadi aku harus segera datang” Ahya Kim menarik tangan Yoo In Na lalu meletakkan uang itu diatas telapak tangan gadis itu. Lalu tersenyum dan pamit pergi.

 

“Ya, terima kasih dan hati-hati Ahya Kim” Yoo In Na berucap dengan nada sedikit tinggi karna gadis itu langsung melarikan diri seusai membayar kamar sewa. Yah seperti itulah Ahya Kim, tak suka berbasa-basi dan tanpa berbicara apapun gadis itu memberikan uang yang pastinya sudah dimengerti oleh In Na.

 

Ahya Kim mengangguk ditengah larinya, kemudian terus berlari menuruni anak tangga tanpa ampun menuju halte bus. Ada suatu hal yang begitu menyeruak didalam pikirannya. Sebuah tanda yang menghampirinya sebagai babak baru didalam kehidupannya. Yang membuatnya tak dapat tidur semalaman, lalu membuatnya harus terus berlari berkejaran dengan waktu. Ahya Kim duduk didangku paling belakang sesampainya didalam bus, nafasnya masih terengah seusai berlari tadi.

 

Ia mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya, membuka lipatan demi lipatan kertas yang seakan mengiris hatinya. Malam tadi, pihak kepolisian menyambangi kediamannya hanya untuk menyerahkan selembar surat yang diduga milik Ayahnya karna itu ditemukan didalam loker baju milik Ayahnya. Airmata gadis itu mulai menyeruak keluar saat kembali membaca tulisan-tulisan yang terketik rapih disana. Sebuah perjanjian yang sama sekali tak diketahui dirinya selama ini, perjanjian yang semakin membuatnya kesulitan untuk memilih bertahan hidup. Yaitu, ia dijual sendiri oleh orang tuanya. Menyedihkan, hanya karna uang anaknya yang menjadi tumbal.

 

Semalam juga, gadis itu mendapatkan sebuah telpon misterius dari seseorang yang tak dikenalnya. Pria itu hanya mengatakan jika Ahya Kim harus datang pukul 2 siang ini kesebuah alamat yang diberikan pria misterius itu jika dirinya benar-benar ingin mengetahui dengan jelas bagaimana asal mula dirinya bisa dijual semurah itu pada seseorang yang tak diketahuinya hingga kini.

 

Ahya Kim melirik lagi kertas yang sudah begitu lusuh, karna ia menggenggamnya terlalu erat saat membacanya. ‘Aku berjanji akan melunasi hutang-hutang tersebut, jika aku tak dapat melunasinya maka dengan berat hati aku akan menyerahkan anakku satu-satunya yang bernama Ahya Kim kepadamu, sesuai keinginanmu’.

 

“Ayah, kenapa kau tega melakukannya padaku” desisnya sambil menghapus airmatanya yang jatuh dipipinya. Pikirannya berkecamuk, bagaimana nasibnya setelah itu? Apa yang akan terjadi padanya? bisakah dia melanjutkan hidupnya dengan tenang? Semua itu begitu mengganggunya.

 

Kini bertambah lagi satu beban diatas pundaknya yang harus dipikulnya kemanapun ia pergi. Dalam hatinya, ia hanya dapat berdoa jika semua ini bukanlah sesuatu yang dapat membuatnya kembali jatuh terpuruk.

 

 

==oOo==

 

Hembusan angin membuat rambutnya bergeser, menutupi wajah lelahnya. Ahya Kim terus berjalan menapaki aspal hitam itu, kakinya berhenti tepat didepan sebuah rumah mewah yang diyakini adalah rumah sang pemilik perjanjian itu. Ahya Kim membaca ulang alamat yang tertera disana dan memastikannya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memencet bel intercom.

 

“A—Anyeongi. Aku, aku Ahya Kim” ucapnya sambil mendekatkan wajahnya pada layar kecil disana. Tak berapa lama, suara balasan pun terdengar.

 

“Masuklah” gadis itu sedikit terlonjak kaget saat yang didengarnya adalah suara seorang gadis. Ahya Kim memejamkan matanya sejenak, lalu mengambil ancang-ancang untuk masuk kedalam saat gerbang mewah itu terbuka dengan sendirinya.

 

Ahya Kim berjalan lesu menyusuri pekarangan rumah mewah itu. Gadis itu tidak tertarik memperhatikan kemewahan rumah itu, toh dulu ia pernah merasakan semuanya bahkan rumahnya lebih mewah dari ini. Kedatangannya langsung disambut oleh dua orang wanita muda yang memakai seragam seperti asistent rumah tangga, membuatnya seketika teringat pada kehidupannya dimasa lalu. Dimana ia selalu mendapat penghormatan saat ia memasukki rumahnya, ada seseorang yang membantu membawa tasnya, ada seseorang yang membawakan sandal ganti untuknya dan juga ada yang meletakkan sepatunya ketempatnya semula. Dan kini, semua itu hanya tinggal kenangan bahkan kini mugkin kehidupan para pembantunya lebih sejahtera daripada dirinya.

 

“Nona Choi menunggu anda didalam” gadis itu mengangguk bingung dan mengikuti kemana orang-orang itu membawanya. Setelah menaiki tangga, kini ia sampai didepan sebuah pintu besar yang juga dijaga oleh dua orang bedanya ini adalah laki-laki.

 

Entah kenapa, seiring langkah kakinya, jantungnya juga ikut berdebar semakin kencang. Ahya Kim dipersilahkan masuk, dan ia melihat seorang wanita cantik didalam sana yang sedang membaca majalahnya dibalik meja besarnya. Wanita itu melirik kearahnya lalu meletakkan majalahnya saat Ahya Kim sudah mendekat dan berdiri tepat didepan mejanya.

 

“Duduklah” suara dingin wanita itu menyusup kedalam gendang telinganya, Ahya Kim langsung menurut begitu mendengar perintahnya.

 

“Kau, datang kesini untuk membayar hutang orang tuamu?” bibir tebal yang dilapisi lipstick pink itu bergerak, Ahya Kim menunduk ketika melihat betapa anggunnya wanita dihadapannya ini, ia tau jika wanita ini bukan wanita biasa-biasa saja.

 

“Memangnya berapa hutang mereka?”

 

“Apa jika aku sebutkan kau akan percaya? Dan kau yakin bisa membayarnya?” cih, wanita itu melipat tangannya dengan angkuh lalu menggeser sebuah map kehadapan Ahya Kim.

 

“Lihatlah sendiri, bahkan jika kau menjual tubuhmu itu tak akan cukup”

 

Ahya Kim, menarik map itu dan melihat isi didalamnya membacanya dengan seksama. Laporan keuangan yang mengalir kedalam rekening Ayahnya 5 tahun lalu sebesar 2,4 Milyar. Gadis itu mengerjabkan matanya berkali-kali, lima tahun lalu? Berarti itu disaat Ayah dan Ibunya mencalonkan diri sebagai Anggota DPR, jadi semua uang untuk kampanye itu semuanya hutang?

 

“Jadi..”

 

“Ya, semua biaya kampanye orang tuamu aku yang membiayainya. Tapi, hingga kini mereka tak kunjung membayarnya sepeser pun! Aku sengaja tak menangihnya, aku tau mereka sedang terlibat kasus korupsi saat itu jadi aku menahannya untuk menagih. Bahkan hutang-hutang itu seperti sudah basi”

 

“Ma—maksudmu?” Ahya Kim bergetar dalam duduknya, dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu? Benar kata wanita itu, bahkan menjual dirinya pun tak mampu untuk menutupi hutang tersebut.

 

“Hutang itu, jatuh tempo 4 tahun setelah perjanjian. Dan kini sudah terlewatkan satu tahun bukan? Aku sudah begitu baik pada keluargamu, tapi justru bukan berita baik yang kuterima malah justru berita bunuh diri! Hah, aku tak mau tau kau harus membayarnya sekarang”

 

“Kau serius? Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?!”

 

“Sudah kubilang ju—Ah, aku baru ingat” wanita itu menyunggingkan senyumannya, sepertinya suatu rencana sudah mengepul dikepalanya.

 

“Didalam perjanjian itu, orang tuamu menjual dirimu kan?”

 

“Mereka tak menjualku! Hanya saja, mereka menjadikanku bahan taruhan disini!” balas Ahya menginterupsi, ia tak mau menerima kenyataan jika kedua orang tuanya benar-benar akan menjualnya pada orang ini.

 

“Haa, terserah katamu saja! Oh, ya kenalkan namaku Choi Sooyoung. Besok datanglah ke pub ini jika kau ingin semua hutang-hutang Ayah Ibumu lunas” Sooyoung memberikan selembar kertas pada Ahya Kim, didalam kertas itu tertera sebuah alamat.

 

“Untuk apa aku datang kesana?”

 

“Jika orang tuamu tidak bisa menjualmu, maka aku yang akan melakukannya. Kau harus menghasilkan uang untukku, jika kau tak datang maka dengan terpaksa aku akan menyeretmu kepenjara”

 

Kelopak matanya mengerjap kaget, mendengarnya seakan-akan hidup dan mati dirinya sudah ada ditangan wanita ini Choi Sooyoung. Ahya Kim hanya tertuduk pasrah, mungkin ini garisan takdir yang sudah direncanakan Tuhan untuknya. Ia pun seakan sadar, inilah saatnya ia memberikan balas budi untuk kedua orang tuanya. Helaan nafasnya terdengar begitu berat, airmatanya mulai mengumpul seiringan dengan bola matanya yang bergerak menatap selembar kertas yang kini digenggamannya. Tanpa pamit lebih dulu, Ahya memilih berbalik pergi menggenggam erat kertas itu. Kepalanya entah seakan tak kuat berdiri tegap, terus seperti itu tertunduk hingga tak sadar ia sudah sampai didepan gerbang mewah rumah itu.

 

“Aku belum ingin mati sekarang” jari jemarinya mencengkram erat tali tas yang menyampir ditubuhnya, seiringan dengan itu airmatanya menetes deras.

 

“Aku benci kantor polisi! Aku benci dan bersumpah, tak akan mau datang kesana lagi” well, seperti kedengarannya.. Ahya Kim menyetujui kata-kata Sooyoung yang akan menjualnya dari pada harus memasukkan dirinya kedalam penjara. Ahya Kim seakan berserah dengan takdir.

 

==oOo==

 

Tan Hangeng berjalan ragu dibahu jalan, sesekali langkahnya terhenti karna debaran jantungnya yang tak bisa terkontrol tapi ia tak bisa berjalan mundur karna Lee Donghae terus mendesaknya untuk melanjutkan langkahnya. Donghae mendorong tubuh Hangeng saat mereka sudah sampai satu langkah lagi didepan sebuah toko bunga bernama ‘Gloomy Florist’ yang pemiliknya adalah Yoo In Na. Hangeng terkejut saat ternyata Inna tengah merapihkan bunga dipelataran toko dan otomatis gadis itu melirik Hangeng bingung.

 

Inna menatap Hangeng penuh curiga, karna sikap Hangeng yang terkesan seperti pencuri yang tertangkap basah. Donghae yang mengontrolnya dari jauh seakan muak melihatnya, akhirnya pria itu turun tangan.

 

“Hai Inna Noona” gadis itu menoleh, menatap Donghae yang berdiri disamping Hangeng. Inna sedikit terkejut melihat kedatangan Donghae yang tiba-tiba itu.

 

“Donghae-ssi?”

 

“Ya, Noona”

 

“Wuaah, kau selamat? Bukankah kau?” Inna meletakkan bunga tulip yang tadi dipegangnya dan kini beranjak mendekati kedua pria itu.

 

“Aku sebenarnya tak naik pesawat itu, aku tertinggal Noona” jawab Donghae dengan senyum manisnya, membuat Inna mau tak mau ikut tersenyum karna berita itu. Sementara Hangeng hanya bisa bersikap pengecut dibelakang tubuh Donghae.

 

“Ya Tuhan, kau sungguh beruntung Hae-ya. Ahya pasti sangat senang mendengar berita ini, oh ya apa dia sudah tau?”

 

“Belum” jawab Donghae.

 

“Oh yasudah, kalau begitu kau harus segera menemuinya!”

 

“Tentu saja, Noona” sesosok tubuh dibelakang Donghae terasa bergerak gelisah, Hangeng sedari tadi hanya dapat menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak sedikitpun terasa gatal. Inna menyipitkan matanya, sedari tadi sesungguhnya Hangeng sudah menarik perhatian gadis itu.

 

“Tan Hangeng-ssi” panggil Inna, dan langsung membuat jantung Hangeng seakan bergemuruh layaknya guntur yang saling beradu diudara.

 

“Y—Ya?” Hangeng menganga, ia sendiri sebenarnya tak menyangka jika Inna mengetahui namanya dan lebih membahagiakan lagi adalah nama panjangnya.

 

“Berhenti menggaruk tengkukmu, kau alergi bunga?” Donghae menggeser tubuhnya satu langkah kesamping, memberi akses agar Inna dan juga Hangeng bisa berhadapan tanpa penghalang satu sama lain.

 

“A—A—Eum, Aniyo. Aku, hanya saja..” Inna sedikit menautkan alisnya, bibirnya sedikit terbuka karna penasaran dengan sikap Hangeng yang sungguh aneh dimatanya.

 

“Yaa?”

 

“Aku, aku belum mandi” jawabnya asal, yang membuatnya semakin mati gaya saat itu juga. Donghae menggigit bibirnya gemas, pria itu benar-benar tak mengampuni sikap bodoh Hyung-nya itu. Bagaimana bisa? Ia berkata seperti itu didepan wanita yang disukainya? Mungkin wanita itu akan langsung lari tanpa mau meliriknya lagi.

 

“O—Oya? Haha, ini sudah jam 8 malam Hangeng-ssi”

 

“A—Aku,”

 

“Hangeng Hyung baru saja sampai dirumahnya, maklum Hangeng Hyung kan seorang Business Man jadi hidupnya begitu sibuk sampai-sampai ia belum mandi sore ini” Jawab Donghae, tangan pria itu menepuk-nepuk pundak Hangeng lalu merangkulnya. Tapi lama kelamaan tepukan itu semakin terasa panas dipundaknya, yah wajar Donghae memang kesal dengan Hyungnya ini.

 

“Ah iya dan Donghae langsung memaksaku berjalan-jalan disekitar sini” timpal Hangeng yang seakan mengerti arti tepukan Donghae dipundaknya, dan setelah itu Donghae pun melepaskan rangkulannya.

 

“Oh.. Begitu rupanya”

 

Suasana kembali hening dan Yoo In Na terlihat sedikit bingung sambil melirik kearah ember-ember bunga yang belum diangkutnya kedalam toko. Hangeng pun mengikuti kemana arah pandangan Inna, seakan mengerti pria itupun membuka suaranya lagi. Kali ini Hangeng sudah bisa mengontrol detak jantungnya lebih baik lagi.

 

“Inna-ssi, apa kau sedang menutup toko?” Inna menengok kearah Hangeng, lalu menangguk.

 

“Bisa aku bantu?”

 

“A—Ah, tidak usah. Aku bisa sendiri” Inna dan Hangeng saling bertatapan, Hangeng pun tersenyum dan mulai mengangkat dua buah ember berisikan bunga didalamnya tanpa menunggu persetujuan Inna lebih dulu.

 

“Tidak perlu Hangeng-ssi, kau tidak perlu repot-repot” Inna berusaha mencekal tangan Hangeng tapi pria itu menggeleng.

 

“Sudahlah Noona, tak apa kami membantu. Pegawaimu sedang tidak ada kan?” ujar Donghae sejenak, kemudian mengikuti jejak Hangeng mengambil beberapa ember tersebut lalu memasukkannya kedalam toko.

 

“Ah, iya Ellin sedang sakit jadi dia pulang lebih dulu. Sebenarnya kalian tak perlu seperti ini, aku bisa sendiri” ucap Inna pada kedua pria itu tapi telinga kedua pria itu seakan tuli dan meneruskan pekerjaannya. Inna pun tak dapat berbuat apapun, lalu kemudian ikut mengangkut ember-ember bunga itu.

 

Tak butuh waktu lama, kini semuanya sudah selesai. Donghae mendekati Hangeng yang sedang berdiri didepan toko bunga itu sembari mengelap tangannya dengan tissue basah yang diberikan Inna tadi. Donghae melirik kebelakang, Inna sedang sibuk mengunci pintu toko.

 

“Hyung, kau dapat ide dari mana?” Hangeng menoleh dan mendelik pada Donghae.

 

“Kau pikir? Itu sebuah ide? Baboya! Itu hanya sebuah ke-peka-an” Jadi, itu adalah sebuah ‘Ke-peka-an’ atau lebih tepatnya sebuah feelling yang begitu kuat dari Hangeng. Akankah mereka berjodoh?

 

“Donghae-ssi, Hangeng-ssi” suara Inna terdengar dibelakang mereka membuatnya lantas menoleh.

 

“Sekali lagi terima kasih”

 

“Yah, tak usah berlebihan kami hanya membantu Inna-ssi”

 

“Eum, kalau begitu sebagai ucapan terima kasih bagaimana jika aku traktir kalian minum kopi bersama?” tawar Inna, tentu saja Hangeng tak ingin melewatkan momen ini tapi bagaimana dengan Donghae?

 

“Kalau begitu ayo kita pergi!” kicau Donghae dengan semangatnya, ia tersenyum lebar lalu berjalan mendahului Inna dan juga Hangeng.

 

“Ah, anak itu” desah Hangeng, Inna pun ikut tersenyum.

 

“Eoh, kajja” ajak Inna yang lantas menyerang jantung Hangeng dengan senyuman manisnya. Rasanya tubuh pria itu meleleh karnanya, walau banyak yang bilang jika Inna terlihat seperti tipikal gadis yang cuek, jutek dan tak peduli itu sebenarnya tidak benar. Bukankah, kita tak bisa membaca kepribadian orang hanya dari raut wajahnya? Yah, sepertinya itu benar. Inna seorang gadis yang manis dan juga ramah, berbeda dengan yang selama ini Hangeng pikirkan hingga pria itu tak kunjung berani mendekati gadis ini.

 

Mereka berjalan beriringan sambil sesekali menanyakan sesuatu yang sebenarnya tidak penting. Bagi Hangeng sepertinya ini adalah tahap pengenalan untuknya dan juga Inna, dan Hangeng juga berharap jika Inna menganggap ini hal yang sama dengannya. Mereka terus berbincang, hingga Donghae harus beberapa kali menghentikan langkahnya guna dapat lebih dekat dengan mereka agar bisa mendengar apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan. Donghae lagi-lagi tersenyum, mereka terdengar lebih akrab sekarang! Yes, Donghae berhasil menyatukan mereka ketahap awal. Pria itu tertawa dalam hati.

 

Sesampainya didalam Coffe Shop, mereka pun memesan sesuai keinginan dan kembali berbincang, dan tertawa karna suasana. Tak terasa waktu sudah berjalan 1 jam lamanya, dan mereka memilih untuk menyudahi perbincangan tersebut dan bersiap untuk pulang. Tiba-tiba ponsel Donghae berdering, sebuah pesan masuk kedalam ponselnya. Ia membukanya yang ternyata dari Cho Kyuhyun yang memesan untuk dibelikan makan malam.

 

“Eoh, Hyung Noona kalian pulang duluan saja” ucap Donghae saat mereka sudah sampai dipintu keluar.

 

“Memangnya kau mau kemana?” tanya Hangeng.

 

“Cho Kyuhyun mengirimiku pesan, ia belum makan malam. Aku ingin membeli makanan dulu”

 

“Oh, yasudah kalau begitu kami duluan” sahut Inna, yang membuat Hangeng mematung. KAMI? Jadi, Inna memilih untuk pulang bersama Hangeng? Oh, betapa bahagianya pria ini sekarang. Jantungnya seakan meledak disaat itu juga. Donghae mengedipkan kelopak matanya sebelah seakan berkata. ‘Hyung, ini kesempatan emas untukmu’ dan Hangeng hanya membalasnya dengan memberikan jempolnya yang tentu saja tak terlihat oleh Inna.

 

Setelah Inna dan Hangeng pergi, Donghae lantas berjalan kearah selatan mencari kedai makanan yang masih buka. Ia memasukkan dirinya kedalam kedai udang bakar dan soju dipinggir jalan.

 

“Ahjumma, aku pesan 1 porsi udang bakar dibungkus ya” seusai memesan, Donghae memilih bangku terdekat. Ia duduk disana, memandangi orang-orang yang sedang menikmati soju bersama pasangan. Matanya seakan menjelajah seisi kedai sederhana itu, dan bola matanya berhenti tepat pada meja yang paling belakang. Disana seorang pria paruh baya sepertinya tengah berusaha menyadarkan seorang gadis yang sudah mabuk berat.

 

“Tsk, gadis bodoh” desisnya, betapa bodohnya gadis itu yang mabuk ditempat umum seperti ini tanpa seorang kawan yang menemani. Donghae sedikit menautkan alisnya, saat gadis itu menangkat kepalanya. Ia kenal gadis itu, sangat kenal. Itu seperti..

Ah, ia tak mau menebak. Donghae pun mendekati meja itu dan melihat lebih jelas wajah gadis itu, dan benar ternyata itu Ahya Kim.

 

“Ya! Kau mabuk?” Donghae menggerakkan tangan gadis itu yang terkulai lemas diatas meja.

 

“Maaf tuan, kau mengenalnya? Apa dia temanmu? Tolong antarkan dia pulang, sedari tadi dia sudah begitu minum banyak” pria paruh baya itu kini, seakan menyerahkan gadis itu padanya.

 

“Sejak kapan dia disini? berapa botol yang ia habiskan? Apa dia sudah membayarnya?” tanya Donghae panik.

 

“Dia sudah sejak sore tadi, aku tak tau berapa botol yang sudah diminumnya tapi jika dilihat ia sudah menghabiskan lebih dari 20 gelas” mata Donghae melebar seketika. 20 gelas? Sebanyak itukah?

 

“Dan dia juga belum membayarnya” oh Ya Tuhan. Gadis ini benar-benar menyusahkan. Donghae pun berjalan kearah kasir tadi. Membayar pesanannya dan juga soju yang sudah dihabiskan Ahya Kim. Setelah itu, ia kembali menghampiri gadis itu.

 

Donghae menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu. Pria itu lagi-lagi mesti terkejut karna gadis itu menangis dalam pejaman matanya. Matanya sudah basah dan terlihat bengak, bibirnya terbuka sedikit dan mengeluarkan isakan. Donghae terdiam, apa yang membuat gadis yang dicintainya ini menangis hingga harus menghabiskan waktunya dikedai soju seharian ini? Apakah Ahya depresi karnanya? Atau hal lain?

 

Donghae pun bergerak, meraih kepala yang sedang bersandar pada meja lalu meraih tangannya juga dan mulai menggendong gadis itu dipunggungnya. Donghae mengambil sebungkus udang bakar pesanan Cho Kyuhyun dan berjalan meninggalkan kedai itu sambil menggendong Ahya Kim.

 

“Kau ini berat sekali. Kau tau tidak?” ucapnya bodoh lalu tersenyum.

 

“Tapi walau begitu, aku senang. Karna akhirnya aku bisa menggendongmu lagi seperti dulu” senyumannya semakin lebar merekah, meski ia tau Ahya tak akan menjawab karna ia tertidur tapi Donghae terus mencoba bersuara seperti orang bodoh.

 

Senyuman Donghae hilang seperti tersapu ombak saat mendengar Ahya Kim menangis dipundaknya, awalnya hanya isakan kecil tapi kelamaan semakin membesar dan menyedihkan. Donghae menghentikan langkahnya yang sedang beranjak menaiki anak tangga. Kini, tak hanya tangisan tapi tangan Ahya ikut andil. Tangan gadis itu meremas kuat kerah kemeja yang Donghae gunakan. Menariknya dengan kuat kemudian melepaskannya, begitu seterusnya.

 

“Kau kenapa? Katakan sesuatu” ucap Donghae sambil menolehkan wajahnya yang tepat ditelinga gadis itu. Seakan percuma, kanra gadis itu terus terisak dan Donghae memutuskan untuk kembali melangkah.

 

“Kenapa? Kenapa?” langkah kakinya berhenti saat itu juga. Suara Ahya Kim benar-benar terdengar parau ditelinganya.

 

“Ayah, Ibu. Kalian senang? Kalian senang HAH?” Donghae menangkap sesuatu hal. Gadis ini sedang dalam masalah, itu pendapatnya. Tapi apa itu?

 

“Ahya-ah. Uljima, ini hanya cobaan kecil untukmu. Apapun masalahmu, bagilah bersamaku. Aku masih disisimu,” isakan gadis itu semakin kencang dan untung saja jalanan saat ini sedang begitu sepi.

 

“Aku tau ini berat untukmu. Tapi percayalah, setiap gembok pasti memiliki kunci begitu pula dengan masalah. Setiap masalah pasti memiliki solusi. Saat ini, apapun masalahmu tolong jangan terlalu kau pikirkan. Kau hanya perlu rileks, berdoa dan mencoba mencari jalan keluar”

 

“Jika kau ingin menangis, carilah aku. Jika kau ingin marah, carilah aku. Begitu pula jika kau ingin tertawa, tertawalah bersamaku seperti dulu. Aku bersedia untuk itu, aku masih disini untukmu. Kau dengar itukan?” Donghae mengakhiri ocehannya dengan senyuman manis meski gadis itu masih belum bisa menghentikan isakannnya. Tapi setidaknya, gadis itu terlihat lebih baik daripada sebelumnya dan isakannya pun berangsur-angsur hilang.

 

Kakinya kembali melangkah, kali ini terasa lebih berat. Bukan hanya karna beratnya tubuh Ahya Kim, tapi ada faktor lain. Yaitu, perasaan Donghae sendiri yang menjadi berat sejak mendengar isakan gadisnya. Tak terasa, ternyata ia sudah sampai didepan pintu rumah Ahya Kim. Ia memutar knop pintu, dan tak lama setelahnya ia baru sadar jika pintu itu terkunci dan pastinya kunci itu berada didalam tas Ahya Kim. Donghae menghela nafasnya sejenak, bagaimana ia mengambilnya? Sementara Ahya tak sadarkan diri.

 

Ah! Pria itu ingat, Cho Kyuhyun bisa membantunya. Ia merogoh saku mantelnya dan menemukan ponselnya, dengan cepat ia mencari kontak Kyuhyun dan menghubunginya.

 

“Yeob—“

 

“Cepat datang ketempat kos Ahya Kim”

 

“Ya, ada apa Hyung?”

 

“Datang saja”

 

“Makananku bagaimana?”

 

“Maka dari itu kau harus datang!”

 

Donghae mematikan sambungan telpon dan menunggu Kyuhyun. Tiba-tiba saja pelukan dilehernya menjadi lebih erat, entah apa yang terjadi pada gadis itu. Tak ada isakan, tak ada tangisan. Donghae terdiam, memikirkan sebenarnya apa yang terjadi pada Ahya Kim? Ia tak mungkin mabuk-mabukkan seperti ini tanpa sebab. Tapi apa sebabnya?

 

“Eoh, Hyung” Donghae memutar kepalanya, mencari sosok Kyuhyun yang sedang berjalan mendekatinya dengan kaus kuning dan celana trainingnya beserta wajahnya yang lusuh sehabis bangun tidur. Mimik wajah Kyuhyun menjadi bingung saat melihat Ahya Kim tidur dipundaknya.

 

“Dia kenapa Hyung?”

 

“Dia mabuk”

 

“Mabuk? Kau serius? Dia? Dia? Ahya Kim? Mabuk?” Kyuhyun melebarkan matanya, telunjuknya berdiri tegak sempurna menunjuk kearah Ahya Kim. Kyuhyun pun tak mengerti, bahkan tak percaya jika gadis ini bisa mabuk-mabukkan hingga tak sadarkan diri seperti ini.

 

“Sudahlah, sekarang kau ambil kunci pintunya pasti ada didalam tasnya” perintah Donghae, Kyuhyun pun segera mengikuti instruksi. Ia merogoh kantung tas yang paling depan, dan mengeluarkan sebatang kunci dari sana. Lalu tanpa sengaja, secarik kertas kecil pun ikut terbawa.

 

“Apa ini?” ucap Kyuhyun tanpa sadar.

 

“Cepatlah Kyu, mana kuncinya? Cepat buka” desak Donghae yang tak mengetahui jika Kyuhyun tengah kebingungan dibelakang tubuhnya hanya karna secarik kertas.

 

“Ah iya Hyung” Kyuhyun menyimpan kertas itu lebih dulu, lalu membuka pintu rumah Ahya Kim. Setelah terbuka, Donghae segera masuk dan merebahkan tubuh gadis itu diatas kasurnya. Kyuhyun membantunya membukakan sepatu gadis itu. Setelah selesai, Kyuhyun kembali menatap secarik kertas yang berisikan sebuah alamat didalamnya.

 

“Apa itu Kyu?” tegur Donghae yang sedang menyelimuti Ahya Kim.

 

“Entahlah Hyung, hanya sebuah alamat” balas Kyuhyun, lalu pria itu hendak meletakkan kembali kertas itu ketempatnya semula.

 

“Coba aku lihat” Kyuhyun pun memberikan kertas itu, Donghae membacanya dengan seksama. Matanya menyipit, sepertinya ia mengenali alamat tersebut.

 

“Dari mana kau dapatkan ini?” Kyuhyun mengerjap bingung.

 

“Dari dalam tas Ahya Noona”

 

“Oh”

 

“Memangnya kau tau itu alamat siapa?”

 

“Seperti alamat sebuah Bar, tapi ah sudahlah mungkin aku salah” Donghae menyodorkan kembali kertas itu pada Kyuhyun.

 

“Bar?”

 

“Iya, sudah masukkan lagi. Mungkin aku salah” Kyuhyun menyatukan alisnya lalu bertingkah seolah tak peduli, padahal jauh dari dalam lubuk hatinya ia begitu penasaran. Ia meletakkan kembali kertas itu.

 

“Ayo Kyu kita pulang”

 

“Tapi bagaimana dengan Ahya Noona?”

 

“Dia tidak apa-apa” Donghae bangkit dari duduknya dan berdiri hendak keluar.

 

“Itu pesananmu, bawalah” Donghae menunjuk bungkusan disebelah tas Ahya Kim lalu berjalan lebih dulu.

 

“Hyung, tunggu aku” Kyuhyun menyambar bungkusan itu dan ikut berjalan keluar.

 

“Noona, aku pulang dulu. Besok kita berangkat kerja bersama. Kau istirahatlah yang nyenyak” ujarnya sebelum benar-benar menutup pintu rumah itu.

 

 

TBC..

Maaf Ya Readers, lanjutannya lama^^

 

Add/Follow Author Yuks..

FB : Ah Ya Kim

Twitter : @Me_Cahyaa

Gomawo^^

eiH

6 thoughts on “Still U | Part 8 (Squel – My Little Story)

  1. Mau bagi filem, musik, fanfiction dg gampang? Kunjungi page kami di: http://www.kumpulbagi.com Semuanya gratis, cepat dan tanpa limitasi. Kalian bisa upload sebanyak aja files (audio, video, pdf, jpg, dll.), membuat koleksi berkas dan bagikan drama dn musik yh paling kalian suka dengan lainya. Kami tidak terhapus filenya dengan waktu batas. Kalian bisa membuat koleksi foto dan share sama fan lain. Coba servis kami tanpa registrasi 🙂

Tinggalkan komentar